BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Obat
merupakan salah satu komponen yang tak tergantikan dalam pelayanan kesehatan.
Akses terhadap obat terutama obat esensial merupakan salah satu hak asasi
manusia. Obat esensial adalah obat yang terpilih yang paling dibutuhkan dalam
pelayanan kesehatan, mencakup upaya diagnosa, profilaksis, terapi dan
rehabilitatif yang diupayakan tersedia di unit pelayanan kesehatan sesuai
dengan fungsi dan tingkatannya.
Kebijakan
Obat Nasional (2006) mengamanatkan bahwa upaya peningkatan mutu pelayanan
kesehatan, jaminan ketersediaan obat esensial yang aman, bermanfaat serta
bermutu dalam jumlah dan jenis yang cukup serta akses obat bagi seluruh
masyarakat merupakan tanggung jawab pemerintah. Dengan demikian penyediaan obat
esensial merupakan kewajiban bagi pemerintah dan institusi pelayanan kesehatan
bak publik maupun swasta.
Peraturan
pemerintah, Kepmekes No.791/MENKES/VIII/2008 tentang Daftar Obat Esensial
Nasional 2008, Indonesia sehat 2010, Sistem Kesehatan Nasional (SKN), Kebijakan
Obat Nasional (KONAS), SKN 2004. KepMenkes No. 004/2003 tentng Kebijakan dan
Strategi Desentralisasi Bidang Kesehatan dan KepMenke No. 1457/2003 tentang
Standar Pelayanan Minimal (SPM) merupakan petunjuk pelaksanaan program
kesehatan yang telah diserahkan kepada pemerintah daerah. Indikator yang
menyngkut obat antara lain: 100% pengadaan obat esensial dan obat generik serta
90% penulisan obat generik di pelayanan kesehatan dasar.
Dengan diberlakukannya otonomi daerah berdasarkan UU 32/2004 tentang Pemerintah Daerah, beberapa peran
pemerintah pusat dialihkan kepada pemerintah daerah sebagai kewenangan wajib
dan tugas pembantuan. Penyediaan
dan atau pengelolaan anggaran untuk pengadaan obat esensial yang diperlukan
masyarakat di sektor publik menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Namun
pemerintah pusat masih mempunyai kewajiban untuk penyediaan obat program
kesehatan dan buffer stok. Sedangkan jaminan keamanan, khasiat dan mutu obat
yang beredar masih tetap menjadi tanggung jawab pemerintah pusat.
B.
Rumusan Masalah
Beberapa hal yang menjadi pokok permasalahan dalam pembahasan makalah
ini adalah:
1.
Apa defenisi dari obat esensial?
2.
Apa manfaat dari penggunaan obat esensial?
3.
Apa saja yang menjadi kreteria dari obat esensial nasional?
4.
Obat apa saja yang termasuk dalam daftar obat esensial?
5.
Bagaimana penerapan konsep obat esensial?
6.
Bagaimana pengelolaan dan penggunaan obat?
7.
Bagaimana cara menjaga mutu obat?
C.
Tujuan
Adapun
tujuan dari penulisan makalah ini, yakni:
1.
Agar dapat mengetahui defenisi obat esensial.
2.
Agar dapat menegetahui manfaat obat esensial.
3.
Agar dapat mengetahui karakteristik obat esensial.
4.
Agar dapat mengetahui daftar obat esensial.
5.
Agar dapat mengetahui penerapan konsep obat esensial.
6.
Agar dapat mengetahui pengelolaan dan penggunaan obat.
7.
Agar dapat mengetahui cara menjaga mutu obat.
D. Manfaat Penulisan
1.
Dapat mengetahui dan mempelajari lebih rinci tentang konsep obat
esensial dan mampu menerapkan teori – teori yang di dapat di dalam instisusi
pendidikan.
2. Sebagai
salah satu sumber literatur dalam perkembangan dibidang
kesehatan maupun bidang lainnya yang.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Obat Esensial
Obat
esensial adalah obat yang paling banyak dibutuhkan untuk layanan kesehatan masyarakat
dan tercantum dalam Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) yang ditetapkan oleh
Menteri Kesehatan RI.
Obat esensial merupakan obat yang
sangat dibutuhkan dalam kegiatan kesehatan sebagai dasar dan sebagai bentuk
diagnosis, profilaksis, terapi dan rehabilitas. Pada obat esensial juga
diterapkan berdasarkan ketepatan, keamanan, kerasionalan pada saat obat itu
digunakan.
Dalam obat esensial juga berlaku
peningkatan daya guna dan hasil guna biaya yang tersedia sebagai salah satu
langkah untuk memperluas, memeratakan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
pada masyarakat oleh pemerintah.
Dari sisi medis, obat esensial dapat
dikaitkan dengan obat pilihan utama (drug of choice) untuk wilayah ataupun
tempat pelayanan tertentu. Dalam hal ini, hanya obat yang terbukti memberikan
manfaat klinik paling besar, paling aman, palig ekonomis dan palin sesuai
dengan sistem pelayanan kesehatan yang dimasukkan dalam DOEN. Tujuan kebijakan obat esensial
adalah untuk menngkatkan ketepatan, keamanan, kerasionalan, penggunaan, dan
pengelolaan obat yang sekaligus meningkatkan daya guna biaya yang tersedia.
Konsep Obat Esensial di Indonesia mulai diperkenalkan dengan
dikeluarkannya Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) yang pertama tahun 1980,
dan dengan terbitnya Kebijakan Obat Nasional pada tahun 1983. DOEN direvisi
secara berkala setiap 3-4 tahun. DOEN yang terbit sekarang ini merupakan yang
terbit sekarang ini merupakan revisi tahun 2008. Komitmen pemerintah melakukan
revisi berkala merupakan prestasi tersendiri.
B.
Manfaat
Penggunaan Obat Esensial
1. Memberikan
keleluasaan bagi dokter untuk memilih obat yang tepat bagi pasien.
2. Rasionalisasi
dalam peresepan.
3. Menjamin
ketersediaan obat bagi masyarakat.
4. Memudahkan
dokter memilih obat.
5. Menyediakan
obat dengan harga ekonomis dan terjangkau oleh setiap lapisan masyarakat.
6. Menghindri
tindakan pemberian obat paten tertentu secara terus menerus kepada pasien.
7. Memberikan
gambaran anggran pengeluaran obat bagi instansi-instansi seperti: RS dan
puskesmas.
C. Kriteria Obat Esensial
Pemilihan obat esensial
didasarkan atas kriteria menurut WHO berikut
:
1. Memiliki rasio manfaat resiko (benefit risk ratio) yang paling menguntungkan penderita.
2. Mutu terjamin, termasuk
stabilitas dan ketersediaan
hayati (bioavailabilitas).
3. Praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan.
4. Praktis dalam penggunaan
dan penyerahan yang disesuaikan dengan tenaga,
sarana dan fasilitas kesehatan.
5. Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan oleh penderita.
6. Memiliki rasio manfaat-biaya (benefit-cost ratio) yang tertinggi
berdasarkan biaya langsung dan tidak langsung.
7. Bila terdapat lebih dari satu pilihan yang memiliki efek terapi yang serupa, pilihan dijatuhkan pada :
a. Obat yang sifatnya
paling banyak diketahui
berdasarkan data ilmiah.
b. Obat dengan sifat farmakokinetik yang diketahui paling menguntungkan.
c. Obat yang stabilitasnya lebih baik.
d. Mudah diperoleh.
e. Obat yang telah dikenal.
8. Obat jadi kombinasi
tetap, harus memenuhi
kriteria berikut :
a. Obat hanya bermanfaat bagi penderita dalam bentuk
kombinasi tetap.
b. Kombinasi tetap harus
menunjukkan khasiat dan keamanan yang lebih tinggi dari pada masing-masing komponen.
c. Perbandingan dosis komponen
kombinasi tetap merupakan perbandingan yang tepat
untuk sebagian besar
penderita
Yang memerlukan kombinasi tersebut, yakni:
a. Kombinasi tetap harus meningkatkan rasio manfaat
biaya (benefit-cost ratio).
b. Untuk antibiotika kombinasi
tetap harus dapat mencegah atau mengurangi
terjadinya resistensi dan efek merugikan lainnya.
D. Pembagian
Obat Esensial Nasional
1.
Analgesik
Merupakan
istilah yang digunakan untuk kelompok obat penahan rasa sakit. Obat analgesik
termasuk obat anti radang non-steroid (NSAID) bukan saja meredakan rasa sakit
juga dapat meredakan demam.
Analgesik
yang bersifat narkotik seperti opioid dan opidium bisa menekan sistem saraf
utama dan merubah persepsi terhadap kesakitan (noesipsi). Obat jenis ini lebih
bisa mengurangi rasa sakit bila dibandingkan dengan NSAID.
Analgesik
sendiri dibagi menjadi dua, yakni:
a.
Analgesik Opioid (Analgesik Narkotika)
Merupakan
kelompok obat yang memiliki sifat seperti opium atau morfin. Golongan obat ini
terutama digunakan untuk menghilangkan atau meredakan rasa nyeri. Tetapi,
analgesik opioid dapat menimbulkan adiksi atau ketergantungan maka usaha untuk
mendapatkan sesuatu analgesik masih tetap diteruskan dengan tujuan mendapatkan
analgesik yang kuat dengan morfin tanpa bahaya adiksi.
Ada 3 golongan obat
jenis ini yaitu ;
1)
Obat
yag berasal dari opium-morfin.
2)
Senyawa seministentik morfin.
3)
Senyawa sintetik berefek seperti morfin.
b.
Analgesik lainnya.
Seperti golongan salisilat seperti aspirin, golongan para
amino fenol, seperti paracetamol, dan golongan lainnya seperti ibuprofen, asam
mefenamat, naproken dan masih banyak lagi.
2.
Antipiretik
Merupakan obat yang digunakan untuk menurunkan suhu tubuh
dalam keadaan demam. Namun, tidak mempengaruhi suhu tubuh normal jika tidak
dalam keadaan demam. Antipiretik bertindak pada hipotalamus untuk mengurangi
kenaikan suhu yng diprakarsai oleh interleukin. Setelah itu, suhu akan
berfungsi pada suhu yang lebih rendah sehingga terjadi pengurangan demam.
Antipirentik yang sering digunakan adalah aspirin, asetaminofen dan lainnya.
3.
Anastetika
Obat-obatan yang dapat menimbulkan anesthesia atau
narkosa yakni, keadaan depresi umum yang bersifat reversible dari berbagai
pusat di SSP, dimana seluruh perasaan dan keadaa ditiadakan. Jadi, anestetika
digunakan untuk menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan
berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh.
Anestesi dibedakan menjadi dua, yakni anestesi umum dan
anestesi lokal. Anestesi umum adalah hilangnya rasa sakit disertai dengan
hilangnya kesadaran. Sedangkan, anestesi lokal adalah hilangya rasa sakit tanpa
hilangnya kesadaran.
4.
Antidotum
Merupakan obat penawar racun. Antidotum lebih difokuskan
terhadap over dosis atau dosis toksik dari suatu obat. Kondisi suatu obat dapat
menimbulkan keracunan bila melebihi kondisi amannya. Selain itu, metabolisme
tubuh setiap orang terhadap dosis obat jug mempengaruhi.
Pada keracunan yag dibutuhkan antidotum yang memnag
terbukti menolong efek keracunan obat tertentu, misalnya asam folinat untuk
keracunan metotrexat.
Agent Nalokson, atrpin, cheleting, natrium tiosulfat,
metilen biru meruapakan antidotum spesifik yang dapt ampuh dan sering
menimbulkan reaksi pengobatan yang dramatis. Namun, sebagian terbesar kasus
keracunan harus dipuaskan dengn pengobatan gejalanya saja, dan inipun haya
untuk menjaga fungsi vital tubuh yaitu, pernafasan dan sirkulasi darah.
Racun akan didetoksifikasi oleh hepar atau secara alami
dan racun atau metabolitnya akan diekskresi melalui ginjal dan hati. Selama
keracunan perlu dipertahankan pernapasan dan sistem kardiovakuler (fungsi
vital).
5.
Antihistamin
Antihistamin atau atagonis hitamin adalah zat yang mampu
mencegah penglupasan atau kerja histamin. Istilah anti histamin dapat digunakan
untuk menjelaskan antagonis histamin yang manapun.
Namun sering sekali istilah ini dgunakan untuk merujuk
kepada antihistamin klasik yang bekerja pada reseptor histamin. Antihistamin
ini biasnya digunakan untuk mengobati reaksi alergi yang disebabkan tanggpan
berlebihan tubuh terahadap alergen atau penyebab alergi yang tumbuh seperti
serbuk sari tanaman. Terdapat beberapa jenis histamin berdasarkan sasarra
kerjanya terhadap reseptor secara klinis digunakan untuk mengobati alergi :
1)
Difenhidramina
2)
Loratadina
3)
Desloratadina
4)
Meclinzine
5)
Quentiapine
6)
Prometazina.
6.
Antimiggrain
Adalah obat yang dimaksudkan untuk mengurangi efek atau
intensitas migrain (sakit kepala sebelah), contohnya:
a.
Triptans
b.
Zolmitriptan
7.
Anti flamasi
Adalah respon normal terhadap cedera. Ketika terjadi
cedera, zat seperti histamine, brandikinin dan PG serta serotonin. Anti flamasi
bekerja mengikat enzim cycloxigense dan lipogenase sehingga menghambat sintesis PG dan
Leokotorin. Hambatan tersebut antara lain menyebabkan stabilitas sel menigkat,
permebialitas membrane menurun, dan nyeri berkurang.
Berdasarkan cara kejrja diatas ada dua jenis anti
inflamasi yang sering digunakan dalam klinik, yaitu golongan kortikosteroid dan
nonstroid. Dari dua golongan anti inflamasi yang sering digunakan adalah AINS,
karena golongan steroid dalam jangka panjang dapat menimbulkan efek seperti:
1)
Iritasi lambung
2)
Moon face
3)
Menekan imunitas
4)
Tulang keropos.
8.
Diuretik
Adalah suatu obat yang digunakan untuk
meningkatkan jumlah urine (duiresis) dengan jalan menghambat reasorbsi air dan
natrium serta mineral lain pada tubulus ginjal. Penggunaan diuretic terbanyak
adalah anti hopertensi dan gagal jantung.
Penggolongan kerja diuretik adalah sebagai
berikut:
a.
Golongan tiasid dan sperti tiasid.
b.
Golongan diurutok kuat.
c.
Diuritik hemat kalium
d.
Penghambat anhidrase karbonik.
9.
Antikonvulsi
Antikonvuksi digunakan terutama untuk
mencegah dan mengobati bangkitaneppilepsi (epilepticseizure). Golongan obat ini
lebih tepat dinamakan antiepilepsi, sebab obat ini jarang digunakan untuk
gejalan konvulusi penyakit lain. Bromida, obat pertama yang digunkan untuk
terapi epeliepsi telah ditinggalkan karena ditemukan berbagai anti epilepsi
baru yang lebih efektif.
10. Anti epileptika
Adalah obat yang dapat menanggulangi serangan
epilepsi berat khasiat anti konvulasinya, yakni meredahkan konvulasi (kejang
klonus hebat). Disamping kebanyakan obat juga bersedatid (meredakan). Semua
obat anti konvulsi memiliki masa paruh panjang, dieliminasi, berkumulasi dalam
tubuh tanpa penggunaan kronis.
11. Antieoplastik
Obat-obatan ini mencapai hasil terapeuti
dengan berbagai macam cara, memiliki lebih banyak spesifikasi obat. Manfaat
efektifnya terhadap leukimia limfatik, penyakit tumor wilms dan kanker
payudara. Obat-obatan ini mempunyai banyak reaksi sampingan sehubungan dengan
cara pemberiannya, biasakan dengan obat-obatan yang telah digunakan. Sebagian
besar diberikan pada lingukungan rumah sakit.
12. Psikofarma
Obat-obatan ini adalah yang digunakan untuk
klien dengan gangguan mental. Psikofarmaka termasuk obat-obatan psikotropik
yang bersifat neuropletika (bekerja pada sistem saraf).
Pengobatan pada gangguan mental bersifat
komperhensif, yang meliputi:
a. Teori biologis (somatik), mencakup pemberian
obat psikofarma, lobektomi dan electro therapy (ECT)
b. Psikoterapeutik
c. Terapi modalitas.
13.
Antiseptik
Antiseptik dan desinfektan digunakan untuk
mencegah infeksi. Keduanya berbeda dengan antimikroba karena selain bentuk umumya
larutan, pemakainnya selalu diaplikasikan di tempat yang kemungkinan terdapat
mikroba(kontak langsung) dan bekerja tdak selektif. Efeknya karena menyebabkan
denaturasi protein, menginaktifasi enzim dan merusak membran sel pada
kosentrasi tetentu.
Antiseptik digunakan pada sel hidup sedangkan
desinfektam digunakan pada benda mati. Seperti pada peralatan medis, ruang
operasi untuk sterilisasi. Contohnya alkohol konsentrasi 40-70%, dalam hal
antiseptik sebagai peralatan kulit untuk injeksi sedangkan desinfektam untuk
peralatan medis.
E. Penerapan Konsep Obat Esensial Nasional
Obat esensial adalah obat
paling mendasar yang dibutuhkan oleh pelayanan kesehatan. Jika dalam
pelayanan kesehatan diperlukan obat di luar DOEN, dapat
disusun dalam Formularium (RS) atau Daftar obat terbatas
lain (Daftar Obat PKD, DPHO Askes).
Penerapan Konsep Obat Esensial dilakukan melalui Daftar Obat Esensial Nasional, Pedoman Pengobatan, Formularium Rumah Sakit,
Daftar
obat
terbatas
lain
dan Informatorium Obat Nasional Indonesia yang merupakan komponen
saling terkait untuk mencapai peningkatan ketersediaan dan suplai obat serta kerasionalan penggunaan obat.
1.
Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN)
Daftar Obat Esensial
Nasional (DOEN) merupakan
daftar berisikan obat terpilih yang paling dibutuhkan dan diupayakan
tersedia di unit pelayanan kesehatan sesuai dengan fungsi dan tingkatnya. DOEN
merupakan standar nasional minimal untuk pelayanan kesehatan.
Penerapan DOEN
dimaksudkan untuk meningkatkan ketepatan, keamanan, kerasionalan penggunaan dan pengelolaan obat yang sekaligus meningkatkan daya guna dan hasil guna biaya yang tersedia sebagai
salah satu langkah
untuk memperluas, memeratakan
dan meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan kepada masyarakat. Penerapan DOEN harus dilaksanakan secara konsisten
dan terus menerus di semua unit pelayanan
kesehatan.
Bentuk kesediaan, kekuatan sediaan
dan besar kemasan
yang tercantum dalam DOEN
adalah mengikat. Besar kemasan untuk masing-masing unit pelayanan kesehatan didasarkan pada efisiensi pengadaan dan
distribusinya dikaitkan dengan
penggunaan.
2.
Pedoman Pengobatan
Pedoman Pengobatan disusun secara
sistematik untuk membantu dokter dalam menegakkan diagnosis dan pengobatan yang
optimal untuk suatu penyakit tertentu. Pedoman
Pengobatan disusun untuk
setiap tingkat unit pelayanan kesehatan, seperti Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas
dan Pedoman Diagnosis
dan Terapi di Rumah Sakit. Pedoman Pengobatan memuat informasi penyakit,
terutama penyakit yang umum terjadi dan keluhan-keluhannya serta informasi tentang
obatnya meliputi kekuatan, dosis dan lama pengobatan.
3.
Formularium Rumah Sakit
Formularium Rumah Sakit merupakan daftar obat yang
disepakati beserta infomasinya yang harus diterapkan di Rumah Sakit.
Formularium Rumah Sakit disusun oleh Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) / Komite Farmasi dan Terapi (KFT) Rumah Sakit berdasarkan DOEN dan
disempurnakan dengan mempertimbangkan obat lain yang terbukti secara ilmiah
dibutuhkan untuk pelayanan di Rumah Sakit tersebut. Penyusunan Formularium
Rumah Sakit juga mengacu pada pedoman pengobatan yang berlaku. Penerapan
Formularium Rumah Sakit harus selalu dipantau. Hasil pemantauan dipakai untuk
pelaksanaan evaluasi dan revisi agar sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran.
4.
Formularium Spesialistik
Formularium Spesialistik
merupakan suatu buku yang berisi informasi lengkap obat- obat yang paling dibutuhkan oleh dokter spesialis bidang tertentu, untuk
pengelolaan pasien dengan indikasi
penyakit tertentu.
Formularium Spesialistik disusun untuk meningkatkan ketaatan
para dokter spesialis Rumah Sakit terhadap Formularium Rumah Sakit yang selama ini masih sangat rendah. Bidang spesialisasi tertentu bisa saja mempunyai banyak
subspesialisasi, misalnya bidang spesialisasi Ilmu Kebidanan dan Penyakit
Kandungan, merupakan bidang spesialisasi yang mempunyai banyak
subspesialisasi, sehingga dapat
disusund aftar obat esensial khusus untuk ilmu Kebidanan dan Penyakit
Kandungan.
Penyusunan Formularium Spesialistik melibatkan
baik asosiasi profesi dokter spesialis terkait maupun masing-masing
subspesialisasinya. Dengan keikutsertaan serta peran aktif para spesialis
diharapkan para spesialis tersebut merasa memiliki sehingga penggunaan obat rasional dapat diterapkan dengan baik.
5.
Informatorium Obat
Nasional Indonesia
Informatorium Obat Nasional
Indonesia berisi informasi obat yang beredar dan disajikan secara ringkas dan sangat relevan
dengan kebutuhan dokter, apoteker
dan tenaga kesehatan lainnya. Informatorium Obat Nasional Indonesia
diterbitkan oleh Departemen Kesehatan untuk menjamin obyektivitas, kelengkapan
dan tidak menyesatkan. Informasi obat yang disajikan meliputi indikasi, efek
samping, dosis, cara penggunaan dan informasi lain yang penting bagi penderita.
Pengembangan Informatorium Obat Nasional Indonesia dilakukan berdasarkan bukti
yang didukung secara ilmiah yang berkaitan dengan kemanfaaatan dan penggunaan obat.
F. Pengelolaan dan Penggunaan Obat
Untuk meningkatkan penggunaan obat yang rasional, penggunaan obat esensial
pada unit pelayanan kesehatan selain harus disesuaikan dengan pedoman
pengobatan yang telah ditetapkan, juga sangat berkaitan
dengan pengelolaan obat. Pengelolaan obat yang efektif
diperlukan untuk menjamin
ketersediaan obat dengan jenis
dan jumlah yang tepat dan memenuhi standar mutu.
Aspek yang penting dalam
pengelolaan obat meliputi
antara lain :
a.
Pembatasan
jumlah
dan
macam
obat
berdasarkan
Daftar
Obat
b.
Esensial
menggunakan nama generik,
dengan perencanaan yang tepat.
a.
Pengadaan dalam jumlah besar (bulk purchasing).
b.
Pembelian yang transparan dan kompetitif.
c.
Sistem audit dan pelaporan
dari kinerja pengelolaan.
Penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Propinsi, dan Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota membawa
implikasi terhadap organisasi kesehatan di propinsi, kabupaten maupun kota. Demikian
pula halnya dengan
organisasi pengelolaan obat, masing-masing daerah kabupaten / kota mempunyai
struktur organisasi dan kebijakan
sendiri dalam pengelolaan obat. Dimana hal ini membuka berbagai
peluang terjadi perbedaan
yang
sangat
mendasar di
masing-masing Kabupaten/Kota dalam melaksanakan pengelolaan obat.
Siklus distribusi obat dimulai
pada saat produk obat keluar dari pabrik atau distributor, dan berakhir pada
saat laporan konsumsi obat diserahkan kepada unit pengadaan. Distribusi obat yang efektif harus memiliki desain sistem dan manajemen yang baik dengan cara
antara lain: menjaga suplai obat tetap konstan, mempertahankan mutu obat yang
baik selama proses distribusi, meminimalkan obat yang tidak terpakai karena rusak atau kadaluarsa dengan perencanaan yang tepat sesuai kebutuhan
masing-masing daerah, memiliki catatan
penyimpanan yang akurat,
rasionalisasi depo obat dan pemberian
informasi untuk memperkirakan kebutuhan obat.
Dengan adanya desentralisasi diharapkan kabupaten/kota maupun
provinsi dapat mencukupi kebutuhan obatnya masing-masing. Pemerintah pusat dalam hal ini Departemen Kesehatan hanya memback-up
manakala kabupaten/kota maupun provinsi tidak dapat memenuhi kebutuhannya. DOEN merupakan dasar untuk perencanaan dan pengadaan obat baik di daerah (kabupaten / kota / provinsi) dan tingkat pusat.
Untuk pengelolaan dan penggunaan
obat khusus (spesialistik) dalam mengatasi keadaan tertentu, pemerintah
c.q. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan,
Departemen Kesehatan RI dapat memasukannya melalui jalur khusus (special acces schem) sesuai dengan Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor : 1379.A/Menkes/SK/XI/2002
G. Jaga Mutu Obat Esensial Nasional
Jaga mutu obat menyeluruh
yang
meliputi
tahap
pengembangan
produk,
Cara
Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), monitoring mutu obat pada rantai distribusi
dan penggunaannya, merupakan elemen penting dalam penerapan konsep obat esensial.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Obat
esensial adalah obat yang paling banyak dibutuhkan untuk layanan kesehatan
masyarakat dan tercantum dalam Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) yang
ditetapkan oleh Menteri Kesehatan RI.
Obat esensial merupakan obat yang
sangat dibutuhkan dalam kegiatan kesehatan sebagai dasar dan sebagai bentuk
diagnosis, profilaksis, terapi dan rehabilitas. Pada obat esensial juga diterapkan
berdasarkan ketepatan, keamanan, kerasionalan pada saat obat itu digunakan.
Adapun manfaat dari pengguanaan obat
esesnsial: Memberikan keleluasaan bagi dokter untuk memilih obat yang tepat
bagi pasien, rasionalisasi dalam peresepan, menjamin ketersediaan obat bagi
masyarakat, memudahkan dokter memilih obat. Menyediakan obat dengan harga
ekonomis dan terjangkau oleh setiap lapisan masyarakat. Menghindri tindakan
pemberian obat paten tertentu secara terus menerus kepada pasien. Memberikan
gambaran anggran pengeluaran obat bagi instansi-instansi seperti: RS dan
puskesmas.
Sedangkan dalam pembagian obat
esensial sendiri terbagi atas beberapa jenis antara lain: analgesik, anastetika, antidotum, Antihistamin dan lain sebagainya.
Selain itu ada beberapa
hal yang mesti dilakukan untuk Jaga
mutu obat
menyeluruh
yang
meliputi
tahap
pengembangan
produk,
Cara
Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), monitoring mutu obat pada rantai distribusi
dan penggunaannya, merupakan elemen penting dalam penerapan konsep obat esensial.
DaDDAFTAR PUSTAKA
Daftar Obat esensial Nasional 2008, Depkes RI 2008
Kebijakan
Obat Nasional, Depkes RI 2005
Kepmenkes
No. 791/MENKES/SK/VIII/2008 tentang
Daftar Obat Esensial Nasional 2008
Syamsuni.
2005. Farmasetika Dasar &
Hitungan Farmasi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Sumber
Lain :
Kebijakan obat nasional, DOEN dan Perundangan obat,
Widyawati, 2009 diakses dari http//: ocw.usu.ac.id, tanggal 15-10-2011
Obat esensial sebagai strategi dasar kebijakan obat
nasional, Dinkes Kab. Bone
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
I received criticism and suggestions of their friends.